Kamis, 28 Mei 2009

Tuntutlah Ilmu Sampai ke Negeri China

Setiap orang pasti telah mengetahui perkataan ini.

اُطْلُبُوْا العِلْمَ وَلَوْ في الصِّينِ

“Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri China.”

Inilah yang dianggap oleh sebagian orang sebagai hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun perlu diingat bahwa setiap buah yang akan dipanen tidak semua bisa dimakan, ada yang sudah matang dan keadaannya baik, namun ada pula buah yang dalam keadaan busuk.

Begitu pula halnya dengan hadits. Tidak semua perkataan yang disebut hadits bisa kita katakan bahwa itu adalah perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Boleh jadi yang meriwayatkan hadits tersebut ada yang lemah hafalannya, sering keliru, bahkan mungkin sering berdusta sehingga membuat hadits tersebut tertolak atau tidak bisa digunakan. Itulah yang akan kita kaji pada kesempatan kali ini yaitu meneliti keabsahan hadits di atas sebagaimana penjelasan para ulama pakar hadits. Penjelasan yang akan kami nukil pada posting kali ini adalah penjelasan dari ulama besar Saudi Arabia dan termasuk pakar hadits, yaitu Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah. Beliau rahimahullah pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Semoga Allah memberi kemudahan dalam hal ini.

Penjelasan Derajat Hadits

Mayoritas ulama pakar hadits menilai bahwa hadits ini adalah hadits dho’if (lemah) dilihat dari banyak jalan.

Syaikh Isma’il bin Muhammad Al ‘Ajlawaniy rahimahullah telah membahas panjang lebar mengenai derajat hadits ini dalam kitabnya ‘Mengungkap kesamaran dan menghilangkan kerancuan terhadap hadits-hadits yang sudah terkenal dan dikatakan sebagai perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam‘ pada index huruf hamzah dan tho’. Dalam kitab beliau tersebut, beliau mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi, Al Khotib Al Baghdadi, Ibnu ‘Abdil Barr, Ad Dailamiy dan selainnya, dari Anas radhiyallahu ‘anhu. Lalu beliau menegaskan lemahnya (dho’ifnya) riwayat ini. Dinukil pula dari Ibnu Hibban –pemilik kitab Shohih-, beliau menyebutkan tentang batilnya hadits ini. Sebagaimana pula hal ini dinukil dari Ibnul Jauziy, beliau memasukkan hadits ini dalam Mawdhu’at (kumpulan hadits palsu).

Dinukil dari Al Mizziy bahwa hadits ini memiliki banyak jalan, sehingga bisa naik ke derajat hasan.

Adz Dzahabiy mengumpulkan riwayat hadits ini dari banyak jalan. Beliau mengatakan bahwa sebagian riwayat hadits ini ada yang lemah (wahiyah) dan sebagian lagi dinilai baik (sholih).

Dengan demikian semakin jelaslah bagi para penuntut ilmu mengenai status hadits ini. Mayoritas ulama menilai hadits ini sebagai hadits dho’if (lemah). Ibnu Hibban menilai hadits ini adalah hadits yang bathil. Sedangkan Ibnul Jauziy menilai bahwa hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu).

Adapun perkataan Al Mizziy yang mengatakan bahwa hadits ini bisa diangkat hingga derajat hasan karena dilihat dari banyak jalan, pendapat ini tidaklah bagus (kurang tepat). Alasannya, karena banyak jalur dari hadits ini dipenuhi oleh orang-orang pendusta, yang dituduh dusta, suka memalsukan hadits dan semacamnya. Sehingga hadits ini tidak mungkin bisa terangkat sampai derajat hasan.

Adapun Al Hafizh Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan bahwa sebagian jalan dari hadits ini ada yang sholih (dinilai baik). Maka kita terlebih dahulu melacak jalur yang dikatakan sholih ini sampai jelas status dari periwayat-periwayat dalam hadits ini. Namun dalam kasus semacam ini, penilaian negatif terhadap hadits ini (jarh) lebih didahulukan daripada penilaian positif (ta’dil) dan penilaian dho’if terhadap hadits lebih harus didahulukan daripada penilaian shohih sampai ada kejelasan shohihnya hadits ini dari sisi sanadnya. Dan syarat hadits dikatakan shohih adalah semua periwayat dalam hadits tersebut adalah adil (baik agamanya), dhobith (kuat hafalannya), sanadnya bersambung, tidak menyelisihi riwayat yang lebih kuat, dan tidak ada illah (cacat). Inilah syarat-syarat yang dijelaskan oleh para ulama dalam kitab-kitab Mustholah Hadits (memahami ilmu hadits).

Seandainya Hadits Ini Shohih

Seandainya hadits ini shohih, maka ini tidak menunjukkan kemuliaan negeri China dan juga tidak menunjukkan kemuliaan masyarakat China. Karena maksud dari ‘Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China’ –seandainya hadits ini shohih- adalah cuma sekedar motivasi untuk menuntut ilmu agama walaupun sangat jauh tempatnya. Karena menuntut ilmu agama sangat urgen sekali. Kebaikan di dunia dan akhirat bisa diperoleh dengan mengilmui agama ini dan mengamalkannya.

Dan tidak dimaksudkan sama sekali dalam hadits ini mengenai keutamaan negeri China. Namun, karena negeri China adalah negeri yang sangat jauh sekali dari negeri Arab sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan dengan negeri tersebut. Tetapi perlu diingat sekali lagi, ini jika hadits tadi adalah hadits yang shohih. Penjelasan ini kami rasa sudah sangat jelas dan gamblang bagi yang betul-betul merenungkannya.

Wallahu waliyyut taufiq.

Sumber: Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 22/233-234, Asy Syamilah

Keterangan:

  1. Hadits shohih adalah hadist yang memenuhi syarat: semua periwayat dalam hadits tersebut adalah adil (baik agamanya), dhobith (kuat hafalannya), sanadnya bersambung, tidak menyelisihi riwayat yang lebih kuat, dan tidak ada illah (cacat).
  2. Hadits hasan adalah hadits yang memenuhi syarat shohih di atas, namun ada kekurangan dari sisi dhobith (kuatnya hafalan).
  3. Hadits dho’if (lemah) adalah hadits yang tidak memenuhi syarat shohih seperti sanadnya terputus, menyelisihi riwayat yang lebih kuat (lebih shohih) dan memiliki illah (cacat).

Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya

Selasa, 05 Mei 2009

Perkembangan Manusia


Buku berjudul "Perkembangan Manusia" yang ditulis Profesor Keith Moore telah diterjemahkan ke dalam delapan bahasa. Buku ini dijadikan referensi penelitian ilmiah, dan dipilih oleh Komite Khusus di Amerika Serikat sebagai buku terbaik yang ditulis oleh satu orang. Kami bertemu dengan penulis buku ini dan menjelaskan kepadanya beberapa ayat al-Quran dan hadis yang berkaitan dengan spesialisnya di bidang embriologi.

Profesor Moore meyakinkan keterangan kami, sehingga kami mengajukan pertanyaan sebagai berikut: "Anda menyebutkan di buku Anda bahwa pada abad pertengahan tidak ada kemajuan dalam ilmu pengetahuan dalam bidang embriologi dan hanya sedikit yang tahu pada saat itu. Pada saat yang sama, al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan beliau mengajarkan kepada masyarakat sesuai dengan apa yang Allah turunkan kepadanya. Di dalam al-Quran Juga menjelaskan gambaran penciptaan manusia secara detail dan perkembangan manusia pada fase yang berbeda. Anda adalah seorang ilmuwan yang ternama, namun, mengapa Anda tidak membela kebenaran dan menyebutkan kebenaran ini di dalam buku Anda?" Beliau menjawab: "Anda memiliki bukti dan saya tidak. Jadi, mengapa Anda tidak mempresentasikan hal itu kepada kami?"

Kami melengkapinya dengan bukti dan Profesor Moore ternyata terbukti menjadi seorang ilmuwan yang ternama. Dalam bukunya edisi ketiga, dia membuat beberapa tambahan. Buku ini telah diterjemahkan, sebagaimana yang kami sebutkan sebelumnya ke dalam delapan bahasa, termasuk bahasa Rusia, Cina, Jepang, Jerman, Italia; Portugis, dan Yugoslavia. Buku ini dapat dinikmati karena sudab tersebar ke seluruh dunia dan dibaca beberapa ilmuwan dunia yang terkenal.

Profesor Moore menyatakan di dalam bukunya tentang Abad Pertengahan bahwa:

"Perkembangan ilmu pengetahuan berjalan secara lambat dari zaman pertengahan dan ada sedikit perkembangan penyelidikan dalam hal embriologi yang diusahakan selama abad ini sebagaimana yang telah kita ketahui. Hal ini dijelaskan di dalam al-Quran, kitab suci umat Muslim, manusia diciptakan dari sebuah campuran pengeluaran dari laki-laki dan perempuan. Beberapa referensi yang lain menyebutkan bahwa penciptaan manusia itu dari setetes mani (sperma) dan juga diharapkan bahwa hasil dari organisme itu terbentuk dalam janin perempuan seperti sebuah biji enam hari setelah permulaan (blastosit manusia mulai tertanam sekitar enam hari setelah pembuahan).

Al-Quran juga menyebutkan bahwa setetes mani itu berkembang menjadi segumpal darah yang membeku. Penanaman blastosit atau secara spontan gagal/gugur akan menyerupai segumpal darah secara konsep. Embrio juga dikatakan mirip segumpal zat/substansi seperti permen karet atau kayu (sesuatu yang mirip dengan gigi yang menandakan gumpalan zat).

Perkembangan embrio menjadi manusia pada hari keempat puluh sampai keempat puluh dua dan tidak lama kemudian fase ini mirip embrio binatang. Pada fase ini, embrio manusia mulai memperoleh sifat-sifat manusia. Al-Quran juga menjelaskan bahwa pertumbuhan embrio mengalami tiga kegelapan, pertama, dinding perut depan (ibu), kedua, dinding uterus, ketiga, membran Amniokhorionik. Ruangan yang tidak mengizinkan memperbincangkan beberapa referensi Yang menarik lainnya yang berkaitan dengan pertum­buhan manusia sebelum dilahirkan yang muncul di dalam al-Quran.

Hal ini sesuai dengan apa yang telah ditulis Prof. Moore di dalam bukunya. Segala puji bagi Allah. Dan sekarang telah disebarkan ke seluruh dunia. Kesesuaian antara ilmu pengetahuan dan al-Quran ini menjadikan kewajiban bagi Profesor Moore untuk menjelaskan hal ini di dalam bukunya. Dia menyimpulkan bahwa klasifikasi modern dari fase perkembangan embrio yang telah diterima di seluruh dunia tidaklah mudah atau lengkap. Hal ini tidak menolong pemahaman dari perkembangan fase embrio, sebab fase itu menurut basis angka, yaitu fase 1, fase 2, fase 3, dan seterusnya. Pembagian yang dijelaskan di dalam al-Quran tidak tergan­tung dengan sistem basis angka. Al-Quran mendasarkan pada perbedaan sesuai bentuk yang dilewati embrio agar mudah diidentifikasi.

Al-Quran menjelaskan fase perkembangan janin sebelum kelahiran sebagai berikut: Nutfah yang berarti "tetesan" atau air yang sedikit jumlahnya, alaqah yang berarti struktur seperti lintah, mudghah yang berarti struktur seperti kunyahan, `idhaam yang berarti tulang atau kerangka, kisaa ul-idham bil-laham yang berarti daging pembungkus tulang atau otot, dan an-nash'a yang berarti bentuk janin yang jelas. Profesor Moore telah mengetahui bahwa bagian ayat al-Quran ini benar­benar berdasarkan pada fase pertumbuhan janin sebelum masa kelahiran. Dia memberi cacatan bahwa bagian ini menunjukkan penggambaran secara ilmiah yang elegan yang mencakup banyak hal dan praktik.

Dalam suatu konferensi, Profesor Moore menyatakan sebagai berikut: Embrio berkembang di dalam kandungan ibu atau dilindungi uterus dengan tiga selubung atau lapisan, sebagaimana yang ditunjukkan dalam kaca mikroskop. (A) Menggambarkan dinding perut depan, (B) Dinding Uterus (C) Membran Amniokhorinik. Sebab fase embrio manusia ini kompleks, memperlihatkan kelanjutan dari proses perubahan selama pertumbuhan, telah diusulkan bahwa sistem klasifikasi baru dapat dikembangkan dengan penggunaan istilah yang tersebut di dalam al-Quran dan Sunnah. Usulan ini sangat sederhana, luas, dan sesuai dengan ilmu pengetahuan tentang embriologi sekarang ini.

Studi al-Quran dan hadis secara intensif empat abad terakhir telah menurunkan sistem klasifikasi embrio manusia yang menakjubkan sejak al-Quran diturunkan pada abad ketujuh. Meskipun Aristoteles, penemu ilmu pengetahuan tentang embriologi, menyadari bahwa pertumbuhan embrio anak ayam pada fase dari penelitiannya terhadap telur ayam pada abad keempat. Dia tidak memberikan penjelasan secara mendetail tentang fase ini. Sejauh yang diketahui dari sejarah embriologi, hanya sedikit yang tahu tentang fase dan klasifikasinya embrio manusia sampai abad kedua puluh. Untuk alasan tersebut, gambaran embrio manusia di dalam al-Quran itu tidak berdasarkan ilmu pengetahuan secara ilmiah pada abad ketujuh. Hanya kesimpulan yang masuk akal bahwa gambaran ini diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau tidak dapat mengetahui secara mendetail sebab beliau seorang yang buta huruf, yang sama sekali tidak mengenyam pendidikan ilmiah.

Kami mengatakan kepada Profesor Moore, “Apa yang Anda katakan adalah benar, tetapi kebenaran itu kurang mutlak dibandingkan dengan bukti yang telah kami tunjukkan kepada Anda dari al-Quran dan sunnah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan embriologi khususnya. Oleh karena itu, mengapa Anda tidak mengerjakan kebenaran dan sama sekali tidak membawa cabang dari ayat-ayat al-Quran dan hadis yang berhubungan dengan bidang spesialisasi atau keahlian Anda?”

Profesor Moore mengatakan bahwa dia telah me­masukkan beberapa referensi yang sesuai pada tempat yang cocok dalam sebuah buku khusus ilmiah. Akan tetapi, dia akan mengundang kami untuk membuat beberapa tambahan secara Islami, yang berkaitan dengan ayat-ayat al-Quran dan Hadis Nabi dan menyoroti berbagai macam aspek yang menakjubkan agar dimasukkan pada tempat yang cocok di dalam buku.

Hal ini telah dikerjakan dan akibatnya Profesor Moore menulis sebuah perkenalan untuk tambahan tentang Islam dan hasilnya dapat Anda lihat dalam buku ini. Setiap halaman berisi fakta tentang ilmu pengetahuan embriologi, kami telah menjelaskan beberapa ayat al­Quran dan hadis yang membuktikan bahwa al-Quran dan sunnah tidak dapat ditiru. Apa yang kami saksikan sekarang Islam menjadi berkembang ke daerah baru yang di dalamnya berisi keadilan dan tidak memihak pikiran orang.

Menjawab Bualan Dengan Kalimat yang Baik

Sebuah Tanggapan untuk Ulil Abshar Abdalla

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah seorang manusia yang telah dipilih oleh Allah untuk menyampaikan dan menjelaskan ayat-ayat-Nya serta menunjukkan kepada jalan yang lurus. Amma ba’du.

Para pembaca yang budiman, semoga Allah menjaga kita dari godaan syaitan dan kerancuan-kerancuan yang ditebarkan oleh antek-anteknya. Sifat rendah hati/tawadhu’ adalah salah satu ciri khas hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih. Sebagaimana yang dijelaskan oleh-Nya dalam ayat-Nya yang mulia,

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan [25]: 63)

Di antara sapaan jahil yang baru-baru ini mengusik umat Islam Indonesia adalah tulisan ‘orang yang sedang bingung’ yang diberi judul dengan ‘Doktrin-Doktrin Yang Kurang Perlu dalam Islam’. Dalam suasana ‘kebingungan’ yang masih menyelimuti pikirannya si penulis ingin mengajak umat Islam untuk bersikap arogan dan tinggi hati. Sayangnya dia menamai seruannya ini dengan ‘corak keberagamaan yang rendah hati’.

Aduhai, seandainya orang ini mau menyadari keruwetan akalnya! Orang yang lugu akan mengatakan kelakuannya ini dengan ungkapan, “Bungkusnya bagus, tapi isinya busuk.” Maka orang yang masih menyayangi kesehatan dirinya tentu tidak akan mau memakan isi bungkusan itu. Sebetulnya meladeni bualan semacam ini bukanlah sesuatu yang sukar. Kalau kita cermati ucapan-ucapannya maka akan tampak kontradiksi yang sangat jelas. Lihatlah betapa jujurnya orang ini ketika dia mengatakan bahwa dia ingin membuang ajaran agama Islam!

Saksikanlah pengakuannya atas kejahatan yang dilakukannya sendiri, “Saya hanya ingin menganjurkan suatu corak keberagamaan yang rendah hati, yang tidak arogan dengan mengemukakan kleim-kleim yang berlebihan tentang agama. Jika Islam menganjurkan etika “tawadhu’”, atau rendah hati, maka etika itu pertama-tama harus diterapkan pada Islam sendiri. Mengaku bahwa agama yang paling benar adalah Islam jelas menyalahi etika tawadhu’ itu.” (lihat artikel Ulil Abshar Abdalla di situs JIL, 7 Januari 2008)

Dia juga yang mengatakan, “Banyak hal dalam agama yang jika dibuang sebetulnya tidak mengganggu sedikitpun watak dasar agama itu. Oleh para pemeluk agama, banyak ditambahkan hal baru terhadap esensi agama itu, sekedar untuk menjaga aura agama itu agar tampak “angker” dan menakutkan di mata pemeluknya. Saya akan mengambil contoh Islam.” (lihat artikel Ulil Abshar Abdalla di situs JIL, 7 Januari 2008)

Pembaca sekalian, semoga Allah menambahkan hidayah-Nya kepada kita. Orang ini dengan beraninya dan tidak tahu malu telah menyingkap hakekat dirinya yang sombong dan arogan. Maka cukuplah kiranya bagi kita pengakuannya sendiri yang ingin ‘membuang ajaran agama’ dengan menamainya dengan istilah ‘corak keberagamaan yang rendah hati’. Sungguh pengakuan yang tulus dan sudah selayaknya mengetuk hati si pemilik ucapan untuk berintrospeksi dan kembali menata diri. Bukankah muhasabah atau introspeksi adalah salah satu esensi ajaran Islam yang sudah jelas dan tidak bisa ditawar-tawar lagi?!

Saudaraku sesama kaum muslimin, sesungguhnya sikap arogan atau sombong yang dalam bahasa Arabnya adalah kibr merupakan akhlak yang sangat-sangat tercela. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim no. 131 Maktabah Syamilah)

Kiranya hadits ini sangat tepat dengan konteks permasalahan yang sedang kita bicarakan. Belum lagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan sebuah ancaman yang sangat keras bagi orang-orang yang menyombongkan diri. Beliau bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ

“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sekecil dzarrah (anak semut).” (HR. Muslim no. 131. Maktabah Syamilah)

Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan,

فَإِنَّ هَذَا الْحَدِيث وَرَدَ فِي سِيَاق النَّهْيِ عَنْ الْكِبْرِ الْمَعْرُوف وَهُوَ الِارْتِفَاع عَلَى النَّاس ، وَاحْتِقَارهمْ ، وَدَفْع الْحَقِّ

“Sesungguhnya hadits ini disebutkan dalam konteks larangan dari sikap menyombongkan diri yang sudah dimengerti (oleh orang-orang, pent) yaitu sikap merasa tinggi dan lebih hebat daripada manusia yang lain, melecehkan mereka, dan menolak kebenaran.” (Syarh Muslim, Tahrimul Kibr wa Bayanuhu. Maktabah Syamilah)

Apakah Membuang Ajaran Islam Adalah Kerendahan Hati?

Itulah pertanyaan yang ingin kita ajukan kepada si pemilik ucapan tersebut. Seorang muslim yang masih sehat akalnya tentu akan mengatakan bahwa tindakan mengobok-obok dan membuang isi ajaran Islam adalah sikap menolak kebenaran dan ekspresi dari perasaan lebih hebat dan sikap arogan yang sangat keterlaluan. Semua umat Islam sudah sepakat bahwa hanya Islam agama yang benar dan diridai oleh Allah. Adakah orang yang lebih sombong dan lebih keras kepala daripada orang yang sengaja menyelisihi kesepakatan umat Islam?

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

“Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 19)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa makna Islam di dalam ayat ini adalah mengikuti ajaran rasul Allah yang diutus kepada mereka di setiap masa sampai ditutupnya risalah dengan pengutusan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menutup semua jalan menuju Allah kecuali satu jalan yang dibentangkan oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu orang-orang sesudah diutusnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menghadap Allah dalam keadaan menganut agama selain syari’at beliau maka tidak akan diterima (Tafsir al-Qur’an Al ‘Azhim, Maktabah Syamilah).

Allah ta’ala juga berfirman,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barang siapa yang mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima dan di akherat dia pasti termasuk orang yang merugi.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 85)

Maka dimanakah letak ketawadhu’an orang yang mengatakan, “Mengaku bahwa agama yang paling benar adalah Islam jelas menyalahi etika tawadhu’ itu.” ?!!! Bahkan perkataannya ini adalah sikap arogan dan penentangan yang jelas terhadap kebenaran isi al-Qur’an. Dan itu artinya dia telah berani menyombongkan dirinya di hadapan Allah ta’ala yang menurunkan al-Qur’an! Inna lillahi wa inna ilahi raji’un… Tidakkah engkau menyadari musibah ini wahai Ulil?! Adakah manusia yang lebih tidak tahu diri dan lebih arogan daripada orang yang membusungkan dadanya dan merasa hebat di hadapan Rabb yang menciptakan dirinya serta seluruh jagad raya? Akal siapakah yang bisa menerima bualan seperti ini? Ambillah pelajaran wahai orang-orang yang masih memiliki pikiran (ulil abshar)!!!

Bahkan akan kita katakan bahwa sesungguhnya apa yang dikemukakan orang tidak tahu malu ini sebagai hal-hal baru yang tidak pernah dikenal oleh umat Islam dan ditambah-tambahkan kepada esensi ajaran Islam yang justru akan mencoreng citra ajaran Islam yang rendah hati dan jauh dari sikap arogan. Bukankah kebenaran datang dari Allah? Allah ta’ala berfirman,

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ

“Al Haq adalah dari Rabbmu, maka janganlah sekali-kali kamu termasuk orang yang ragu.” (QS. Al Baqarah [2]: 147)

Dan Allah sendiri yang menyatakan bahwa hanya Islam yang benar. Apakah anda merasa lebih tahu daripada Allah wahai Ulil?

Ucapan Siapa yang Tidak Relevan?

Kalau kita cermati lagi, memang perbuatan orang ini sudah sangat keterlaluan. Menentang ayat-ayat Allah baginya adalah sesuatu yang ringan dan bahkan perlu untuk dikembangkan. Lihatlah perkataannya yang menunjukkan sikap arogan yang sangat tercela. Dia mengatakan, “Sudah jelas Kitab Suci terkait dengan konteks sejarah tertentu, dan banyak hal yang dikatakan Kitab Suci sudah tak relevan lagi karena konteks-nya berbeda.” (lihat artikel Ulil Abshar Abdalla di situs JIL, 7 Januari 2008).

Maha suci Allah dari bualan semacam ini!! Wahai Ulil, seandainya engkau mau diam dan berhenti menulis untuk sejenak memikirkan kematian yang pasti akan menghampirimu. Apakah perbedaan ucapanmu ini dengan ucapan orang-orang kafir, “Tidaklah (al-Qur’an) ini melainkan hanya sekedar dongeng orang-orang terdahulu.” (lihat QS. Al An’aam [6]: 25). Lihatlah betapa mirip ucapannya dengan ucapan orang-orang kafir! Ada hubungan apa antara anda dengan mereka wahai Ulil?

Kalau Ulil mengatakan bahwa doktrin yang menyatakan sumber hukum hanya terbatas pada al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas sudah tidak relevan, keyakinan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Nabi akhir zaman juga tidak relevan, keyakinan bahwa Islam yang diajarkan Nabi Muhammad menghapus agama-agama yang lainnya juga tidak relevan, keyakinan bahwa orang yang tidak mengikuti jalan Islam adalah kafir juga tidak relevan, keyakinan bahwa hanya ada satu golongan umat Islam yang selamat (al firqah an najiyah) juga tidak relevan, keyakinan bahwa firman Allah tidak mungkin salah juga tidak relevan, keyakinan bahwa dalam perkara yang sudah terdapat dalil tegas dalam syari’at maka tidak boleh ada ijtihad adalah juga tidak relevan, keyakinan bahwa hanya Allah yang berhak membuat syari’at juga tidak relevan, kebenaran al-Qur’an tidak terikat dengan ruang dan waktu (dalam artian al-Qur’an selalu benar kapan dan di manapun, pen) juga tidak relevan, keyakinan bahwa Islam bisa menjawab semua masalah juga tidak relevan bahkan dianggap sebagai bentuk arogansi [lihat semua bualan ini dalam artikel Ulil Abshar Abdalla di situs JIL, 7 Januari 2008], maka cukuplah kita katakan kepadanya bahwa: Semua yang anda lontarkan ini adalah arogansi dan kekufuran terhadap hakekat ajaran Islam!!! Islam sama sekali tidak turut campur tangan dengan apa yang anda lontarkan. Dan semua umat Islam sepakat untuk menyatakan bahwa dakwah yang anda serukan bukanlah dakwah Islam! Akan tetapi dakwahmu adalah propaganda sesat dan tidak beradab yang mengajak umat untuk bersikap arogan dan meninggalkan akhlak tawadhu’ yang sudah semestinya menghiasi perilaku seorang muslim yang taat.

Inilah ayat-ayat yang akan menghanguskan angan-angan anda untuk bisa menarik simpati kaum muslimin terhadap ajaran Liberal. Inilah petir yang akan membakar semua syubhat dan kedangkalan berpikir yang anda agung-agungkan. Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah rasul serta ulil amri di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan rasul (As Sunah) jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Hal itu lebih baik untuk kalian dan lebih bagus hasilnya.” (QS. An Nisaa’ [4]: 59)

Allah ta’ala juga berfirman,

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

“Muhammad itu bukanlah bapak dari salah seorang lelaki di antara kalian, akan tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi.” (QS. Al Ahzab [33]: 40)

Allah ta’ala juga berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagimu agamamu dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku atasmu. Dan Aku pun ridha Islam sebagai agama bagimu.” (QS. Al-Maa’idah [5]: 3)

Allah ta’ala juga berfirman,

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Barang siapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, maka Kami akan membiarkannya terombang-ambing dalam kesesatannya dan Kami pasti akan memasukkannya ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisaa’ [3]: 115)

Allah ta’ala berfirman,

وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا

“Dan siapakah yang lebih benar pembicaraannya daripada Allah?” (QS. An Nisaa’ [3]: 87)

Allah ta’ala juga berfirman,

وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلًا

“Dan siapakah yang lebih benar ucapannya daripada Allah?” (QS. An Nisaa’ [3]: 122)

Allah ta’ala juga berfirman,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

“Dan tidaklah pantas bagi seorang yang beriman laki-laki atau perempuan untuk memiliki pilihan lain apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara. Dan barang siapa yang durhaka kepada Allah dan rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang sangat nyata.” (QS. Al Ahzab [33]: 36)

Allah ta’ala juga berfirman,

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari, dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al Maa-idah [4]: 50)

Allah ta’ala juga berfirman,

الم ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ

“Alif laam miim. Inilah Kitab yang tidak ada keraguan sedikitpun padanya, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa…” (QS. Al Baqarah [2]: 1-2)

Allah ta’ala juga berfirman,

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

“Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu (selain Allah) yang membuat syari’at untuk mereka padahal itu tidak pernah diijinkan oleh Allah?” (QS. Asy Syuura [42]: 21)

Allah ta’ala berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagimu agamamu dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku atasmu. Dan Aku pun ridha Islam sebagai agama bagimu.” (QS. Al-Maa’idah [5]: 3)

Dan masih banyak ayat lain serta hadits-hadits shahih yang akan menghabisi dan membakar habis kedangkalan berpikir serta membongkar kerusakan akal para penganut ajaran Liberal!!!

PENUTUP

Setelah kita membaca ini semua wahai pembaca yang budiman, marilah kita tanyakan kepada hati nurani kita masing-masing siapakah yang mengajak untuk bersikap arogan dan menyombongkan diri?!! Apakah Allah, para rasul-Nya, para sahabat dan para ulama sesudah mereka yang mengajak umat Islam untuk bersikap arogan ataukah orang-orang Liberal yang berpikiran sempit dan telah rusak akalnya semacam ini?! Jawablah wahai orang-orang yang masih memiliki pikiran (Ulil Abshar)…! Kembalilah ke jalan kebenaran dan sikap rendah hati yang sejati wahai Ulil. Kasihanilah kedua orang tuamu, kasihanilah anak dan istrimu, kasihanilah dirimu sendiri… Sukakah engkau disejajarkan dengan barisan orang-orang yang arogan semacam Fir’aun, Qarun, dan Abu Jahal? Padahal karena sikap arogan seperti itulah Iblis dan bala tentaranya layak untuk diseret ke dalam jurang neraka dan tersiksa secara kekal di dalamnya. Renungkanlah! Semoga Allah memberikan taufik kepadamu.

Keterangan Tambahan

Meskipun demikian, kami kaum muslimin semua maklum. Bukanlah sebuah keanehan apabila lontaran jahil seperti itu muncul dari seorang penganut ajaran Liberal tulen semacam Ulil! Itu semua justru semakin menambah keyakinan kita akan kebenaran al-Qur’an sebagai firman Allah dan As Sunnah sebagai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hal itu juga semakin memperjelas bagi kita siapakah jati diri Ulil yang sebenarnya. Inilah bukti lainnya yang menyingkap jati dirinya…

Pertama. Allah menyatakan dalam firman-Nya,

وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ

“Barang siapa di antara kalian yang berloyalitas kepada mereka (orang-orang kafir), maka dia termasuk golongan mereka.” (QS. Al Maa’idah [5]: 51)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Seseorang itu berada di atas agama kawan akrabnya.” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi)

Bukankah selama ini Ulil telah merelakan dirinya dengan sedemikian ‘enjoy’nya berada di tengah-tengah mereka (orang-orang kafir) baik secara fisik maupun pikirannya?! Dan bukankah dia telah menjadikan mereka (Yahudi, dkk) sebagai kawan dekatnya; baik dari segi fisik maupun pikirannya? Bahkan Ulil merasa risih apabila harus ikut bersama [dengan keyakinan] para ulama Islam dan justru merasa tenang bersama [dengan keyakinan] para ulama Yahudi Orientalis kafir tulen yang jelas-jelas anti terhadap al-Qur’an dan As Sunnah. [Maka hal ini semakin memperjelas bagi kita: Kepada siapakah sesungguhnya Ulil berpihak?!]

Kedua. Allah telah menyatakan dalam firman-Nya,

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ

“Barang siapa berpaling dari peringatan Ar Rahman (Allah) maka Kami akan menjadikan syaitan sebagai kawan pendampingnya.” (QS. Az Zukhruf [43]: 36)

Maka jadilah orang semacam itu (yang dengan sengaja mencampakkan peringatan Allah) sebagai wali syaitan.

Bukankah selama ini Ulil juga telah mengesampingkan dalil-dalil al-Qur’an dan As Sunnah bahkan bersikap antipati kepada keduanya [di antara buktinya adalah kebatilan artikel Ulil yang sedang kita bantah ini, pen]. Sehingga orang-orang yang tetap berpegang dengan kandungan dalil justru dia sebut sebagai kaum tekstualis, bahkan penyembah teks! Sedangkan dirinya sendiri justru lebih memilih untuk memeluk akidahnya kaum filsafat dan menelan mentah-mentah sabda-sabda Orientalis. [La haula wa la quwwata illa billah! Lelucon macam apakah ini wahai Ulil?!]

Ketiga. Bukankah Allah telah menyifati orang yang membenci ajaran Islam (yaitu kaum munafikin, pen) sebagai orang yang di dalam hatinya tersimpan penyakit yang kian hari kian bertambah keganasannya. Allah ta’ala berfirman,

فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا

“Karena di dalam hati mereka sudah terdapat penyakit (keragu-raguan), maka Allah semakin menambahkan penyakit itu kepada mereka.” (QS. Al Baqarah [2]: 10)

Dan karena penyakit yang diderita itulah segala hal menjadi berubah bagi si sakit. Sate yang tadinya sangat mengundang selera dan terasa lezat oleh lidah berubah menjadi pahit dan membakar lidah. Cahaya yang tadinya terasa lembut di mata dan mempercerah pandangan berubah menjadi pancaran sinar yang terasa pedih di mata dan menyakitkan. Dan seperti itulah kurang lebih kondisi yang sedang dialami oleh Ulil pada hari-hari ini. Semoga Allah segera menyembuhkan penyakitmu, wahai Ulil…

Terakhir, kami ingin menasihatkan kepada diri kami sendiri dan setiap orang yang menghendaki kebaikan bagi dirinya supaya:

Pertama

Selalu berdoa meminta petunjuk dan keteguhan kepada Allah, seperti dengan memanjatkan doa, ‘Rabbana la tuzigh qulubana ba’da idz hadaitana’ (Ya Allah janganlah Engkau sesatkan hati-hati kami setelah Engkau berikan hidayah kepada kami) atau doa ‘Ya muqallibal qulub tsabbit qalbi ‘ala diinik’ (Wahai Dzat Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah aku di atas agama-Mu).

Kedua

Perhatikanlah siapa gurumu. Sebab ilmumu adalah agamamu, maka hendaknya kamu perhatikan dari manakah kamu mengambil agamamu.

Ketiga

Kenalilah siapa kawan-kawanmu, karena mereka itulah yang akan ikut mewarnai bagaimana isi hatimu.

[keterangan tambahan ini kami salin dengan sedikit perubahan redaksional dari tulisan tangan Ustadz Afifi Abdul Wadud]

Allahumma aarinal haqqa haqqa warzuqnat-tiba’ah, wa aarinal baathila baathila warzzuqnajtinaabah. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam. Wa akhiru da’wana anil hamdu lillahi Rabbil ‘alamin.

Yogyakarta, Rabu 14 Muharram 1429/23 Januari 2008

Musibah Antara Jalan ke Surga dan Jurang ke Neraka

Gempa mengguncang hebat bumi Jogjakarta. Dalam hitungan detik bangunan-bangunan yang tak kuat menahan gerakan lempeng bumi itu pun rubuh. Genteng-genteng rumah berhamburan jatuh. Teriakan bercampur tangis memecah keheningan suasana pagi. Darah-darah segar mengalir membasahi tanah. Rumah-rumah sakit kebanjiran pasien. Akhirnya, ribuan jiwa menjadi korban.

Begitulah gambaran Sabtu pagi, 27 Mei 2006, di propinsi miniatur Indonesia ini. Seakan belum hilang di dalam benak warga, bencana yang melanda saudara-saudara kita di Aceh, warga Jogja pun semburat ke luar rumah mencari tempat-tempat tinggi untuk menghindari gelombang laut pasang, tsunami. Belakangan diketahui, ternyata tsunami hanya isu belaka.

Musibah Datang Tak Terduga

Siapa yang mengira gempa bumi yang melanda hampir di sepanjang selatan pulau Jawa itu akan membawa dampak yang sangat parah. Inilah musibah. Allah telah menetapkannya 50 ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi beserta isinya. Allah berfirman, “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al Hadid: 22-23)

Ke Manakah Harus Berlari?

Panik. Itulah yang biasanya terjadi ketika bencana datang. Padahal justru karena itulah yang membuat banyak korban berjatuhan. Ketika isu tsunami merebak, kontan hampir semua berlari dan menyelamatkan diri. Tapi ke manakah harus berlari? “Ke utara! Cari tempat yang tinggi!” teriak orang-orang histeris. Namun adakah orang di sana yang berteriak, “Berlarilah kepada Allah! Tidak ada tempat berlindung selain kepada Allah!”

Allah berfirman, “Pada hari itu manusia berkata: ‘Ke mana tempat berlari?’ Sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung! Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali.” (QS. Al Qiyamah: 10-12)

Musibah, Jalan Menuju Surga

Kesedihan adalah reaksi yang wajar dan manusiawi ketika menghadapi sebuah musibah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis ketika anaknya, Ibrahim, meninggal dunia. Semua musibah -apapun jenisnya- bagi orang-orang yang beriman, pada hakikatnya adalah tiket untuk masuk surga. Karena orang mukmin itu jika tertimpa bencana, dia bersabar dan ridho terhadap ketentuan Allah ini, maka ia akan mendapatkan ganjaran pahala yang besar. Allah berfirman, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al Baqarah: 214). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim mendapatkan musibah, melainkan Allah akan akan menghapus dosa-dosanya, walau hanya tertusuk duri sekalipun.” (HR. Al Bukhari)

Cara Menghadapi Musibah

Musibah menimpa manusia tanpa pandang bulu. Yang beriman ditimpa musibah, apalagi yang kufur. Pada hari kebangkitan kelak, masing-masing akan dibangkitkan dengan amalnya sendiri-sendiri. Yang menjadi tuntutan adalah bagaimana menghadapi musibah agar dapat berbuah pahala dan akhirnya masuk surga. Islam telah mengajarkan hal-hal yang harus dilakukan ketika tertimpa musibah.

1. Mengucapkan kalimat istirja’. Yaitu mengucapkan: Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Allah berfirman, “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun ( Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali)’.” (QS. Al Baqoroh: 156)

2. Berdo’a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan do’a setelah membaca istirja’, yaitu: Allaahumma’ jurnii fii mushiibatii, wa akhliflii khairon minha. (Ya Allah berilah pahala dalam musibahku ini, dan berilah ganti bagiku yang lebih baik daripadanya).” (HR. Muslim)

3. Bersabar atas musibah yang menimpa. Allah berfirman, “Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka.” (QS. Al Insan: 24). Yang dimaksud dengan sabar adalah tidak menggerutu di dalam hati, menahan lisan dari mengucapkan kata-kata yang tidak pantas, dan menjaga tangan agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang, seperti menampar-nampar pipi, merobek-robek baju, menggundulkan rambut kepala, dan lain-lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung besarnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridho, maka mereka akan mendapatkan keridhoan Allah. Dan siapa yang murka, maka akan mendapatkan murka Allah.” (Hasan, HR. At Tirmidzi)

4. Melakukan Muhasabah (Introspeksi Diri). Manusia adalah makhluk yang lemah. Terkadang berbuat dosa dan salah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak Adam memiliki kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah orang yang bertaubat.” (Hasan, HR. At Tirmidzi). Biasanya orang lebih cepat tersadar ketika musibah telah menimpanya. Barangkali Allah hendak mengingatkan kita. Sudah berapa banyak dosa yang kita perbuat dan maksiat yang kita koleksi? Namun berapa lama lagi umur yang tersisa? Oleh karena itu tetaplah berbaik sangka kepada Allah. Jadikan ini kesempatan bagi kita yang masih hidup untuk segera bertaubat kepada Allah atas segala kesalahan dan dosa. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat.

Sebab Datangnya Musibah

Setelah membawakan ayat-ayat tentang musibah, Syeikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata, “Ayat-ayat yang mulia ini memberi pengertian kepada kita bahwa Allah adalah Maha Adil dan Bijaksana. Dia tidak akan menurunkan bala’ dan bencana atas suatu kaum kecuali karena perbuatan maksiat, dan pelanggaran mereka terhadap perintah-perintah Allah.” (Minhaj Al Firqoh An Najiyah)

Pembaca yang budiman, perintah Allah yang terbesar adalah Tauhid dan larangan-Nya yang terkeras adalah Syirik. Jadi tidak diragukan lagi, musibah yang menimpa kaum muslimin saat ini adalah karena mereka tidak menunaikan hak Allah, yaitu hak peribadatan (mentauhidkan Allah). Hanya Allah sajalah yang berhak diibadahi dengan segala macam jenis ibadah dan pendekatan diri, seperti berdo’a, bernazar, menyembelih kurban, istighosah, dan lain-lain. Maka wajarlah Allah murka. Hamba-Nya malah berbuat berbagai macam bentuk kesyirikan, seperti lelaku sesaji untuk Ratu Laut Selatan, sedekah laut, tapa mbisu (keliling kampung tanpa berbicara -pen) untuk menolak bala dan berbagai ritual syirik yang lain.

Musibah, Azab yang Disegerakan

Berbeda dengan orang yang beriman, bagi orang yang durhaka kepada Allah -hidupnya bergelimang dengan dosa dan maksiat- musibah adalah azab yang disegerakan baginya di dunia. Belum lagi di akhirat. Al Qur’an memberikan banyak contoh, di antaranya kisah kaum Tsamud yang ‘menyulap’ gunung menjadi rumah-rumah tempat tinggal mereka (bisa dibayangkan betapa kokohnya rumah mereka-pen).

Allah memperingatkan, “Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan. Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka: ‘Tahukah kamu bahwa Shaleh diutus (menjadi rasul) oleh Tuhannya?’ Mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Shaleh diutus untuk menyampaikannya.’ Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: ‘Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu.’ Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata: ‘Hai Shaleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah).’ Karena itu mereka ditimpa gempa, Maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka.” (QS. Al A’rof: 73-78)

Juga kisah Fir’aun dan bala tentaranya yang digulung gelombang laut dahsyat. Allah mengisahkan, “Lalu kami wahyukan kepada Musa: ‘Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.’ Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. Dan di sanalah kami dekatkan golongan yang lain. Dan kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan kami tenggelamkan golongan yang lain itu.” (QS. As Syu’ara: 63-66)

Di Balik Terjadinya Musibah

Setiap bencana datang, pasti mengundang perhatian. Tak pelak lagi, gempa yang berkekuatan 5,9 SR itu menjadi pusat perhatian dunia seketika. Sukarelawan baik lokal maupun internasional pun berduyun-duyun datang ke lokasi bencana. Ada yang murni membawa misi kemanusiaan, adapula yang membawa ‘udang di balik batu’ (baca: kristenisasi). Memang inilah kesempatan yang ditunggu-tunggu oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan upaya pemurtadan umat Islam. Sebut saja misalnya di Aceh, dikisahkan bahwa ada misionaris luar negeri yang jelas-jelas kafir mengenakan jilbab sambil membagi-bagikan sembako kepada para pengungsi. Aneh memang, tapi itulah racun yang memikat, namun mematikan.

Waspadai Bahaya Pemurtadan!

Allah berfirman, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)’. dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al Baqoroh: 160)

Petunjuk Allah itu adalah Islam itu sendiri. Walau berada dalam kondisi sulit bagaimanapun, agama kita tetap Islam. Jangan mengganti aqidah atau keyakinan, hanya karena desakan ekonomi dan sulitnya penghidupan. Allah berpesan, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imron: 102)

Upaya lain yang tidak kalah pentingnya untuk membentengi umat dari bahaya pemurtadan ini adalah solidaritas sesama muslim harus ditingkatkan. Betapa banyak kaum muslimin korban bencana yang terkapar dan terlantar di rumah-rumah sakit, di barak-barak pengungsian, di posko-posko peduli bencana, yang membutuhkan uluran tangan saudara muslimnya yang lain! Tidak malukah kita didahului oleh orang-orang kafir dalam hal membantu saudara-saudara kita sendiri? Tegakah kita melihat saudara-saudara kita berpindah agama hanya karena musibah yang menimpanya di dunia? Wahai orang-orang yang masih memiliki mata hati! Ringankan tangan, sinkronkan langkah, hadapi cobaan dengan lapang dada, jadikan musibah sebagai jalan menuju surga. Jangan sampai kita tergelincir ke dalam jurang neraka. Wallahu a’lam.